Kementrian Pertanian telah menyusun konsep
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari yang merupakan himpunan dari Rumah Pangan
Lestari (RPL) yaitu rumah tangga dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang
ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, pelestarian tanaman
pangan untuk masa depan serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya,
pemanfaatan pekarangan dalam konsep model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan
kebun bibit Desa, Unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang
melimpah (Kementrian Pertanian, 2011)
Berdasarkan
pemikiran tersebut, seperti tertuang dalam Pedoman Umum Model KRPL (Kementrian
Pertanian, 2011), tujuan pengembanngan Model KRPL adalah :
1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi
keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara
lestari,
2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan
masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan diperkotaan maupun perdesaan
untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga),
pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah
tangga menjadi kompos,
3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk
menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman
pangan lokal untuk masa depan, dan
4. Mengembangkan kegiatan ekonomi
produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan
menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.
Berdasarkan
tujuan tersebut sasaran yang ingin dicapai dari Model KRPL ini adalah berkembangnya
kemampuan keluarga dan masyarakat secara ekonomi dan sosial dalam memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi secara lestari, menuju keluarga dan masyarakat yang
sejahtera (Kementrian Pertanian, 2011)
Perencanaan dan pelaksanaan Model KRPL
Untuk
merencanakan dan melaksanakan pengembangan model KRPL, dibutuhkan sembilan
tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam pedoman umum model KRPL
(Kementrian Pertanian, 2011), yaitu :
1. Persiapan, yang meliputi :
a. Pengumpulan informasi awal tentang
potensi sumber daya dan kelompok sasaran
b. Pertemuan dengan dinas terkait untuk
mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi
c. Koordinasi dengan dinas pertanian dan
dinas terkait lainnya di Kabupaten/Kota
d. Memilih pendamping yang menguasai
teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
2. Pembentukan kelompok : Kelompok sasaran adalah rumah tangga atau
kelompok rumah tangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu
dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan
kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari,
oleh dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara
berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip
keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri.
3. Sosialisasi: menyampaikan maksud dan
tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang
akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan
pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait.
4. Penguatan kelembagaan kelompok,
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok:
a. Mampu mengambil keputusan bersama
melalui musyawarah
b. Mampu menaati keputusan yang telah
ditetapkan bersama
c. Mampu memperoleh dan memanfaatkan
informasi
d. Mampu untuk bekerjasama dalam kelompok
(sifat kegotong royongan)
e. Mampu untuk bekerjasama dengan aparat
maupun dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
5. Perencanaan kegiatan: melakukan
perencanaan atau rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam
dengan berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat keluarga, ikan dan ternak,
diversifikasi pangan berbasis sumber daya local, pelestarian tanaman pangan untuk
masa depan, kebun bibit desa, serta pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu
dilakukan penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut
dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan dinas instansi terkait.
6. Pelatihan: pelatihan dilakukan sebelum
pelaksanaan dilapangan. Jenis pelatihan yang dilakukan diantaranya teknik
budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikann dan
ternak, pembenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta
teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah
tentang penguatan kelembagaan.
7. Pelaksanaan : pelaksanaan kegiatan
dilaksanakan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi oleh peneliti dan
pendampingan antara lain oleh penyuluh dan petani andalan. Secara bertahap dalam
pelaksanaannya menuju pada pencapaian kemandirian pangan rumah tangga,
diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk
masa depan, pengelolaan kebun bibit desa dan peningkatan kesejahteraan.
8. Pembiayaan : bersumber dari kelompok,
masyarakat, partisipasi pemerintah daerah dan pusat, perguruan tinggi, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Swasta dan dana lain yang tidak mengikat.
9. Monitoring dan Evaluasi, dilaksanakan
untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan dan menilai kesesuai
kegiatan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan. Evaluator dapat dibentuk
oleh kelompok dan dapat juga berfungsi sebagai motivator bagi pengurus, anggota
kelompok dalam meningkatkan pemahaman yang berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya yang tersedia dilingkungannya agar berlangsung lestari.
Model
KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi
terkait pusat dan daerah yang masing-masing bertanggung jawab terhadap sasaran
atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci peran setiap elemen tersebut dapat
disimak pada tabel dibawah :
No
|
Pelaksana
|
Tugas/peran dalam kegiatan
|
1.
|
Masyarakat
·
Kelompok
Sasaran
·
Pamong
Desa (RT, RW, Kasun) dan tokoh Masyarakat
|
·
Pelaku
utama
·
Pendamping
·
Monitoring
dan Evaluasi
|
2.
|
Pemerintah daerah (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Kantor Kecamatan,
Kantor Kelurahan dan Lembaga Terkait lainnya)
|
·
Pembinaan
dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang
·
Penanggung
jawab keberlanjutan kegiatan
·
Replika
kegiatan kelokasi lainnya
|
3.
|
·
Pokja
3, PKK
·
Kantor
Ketahanan Pangan
|
Koordinator Lapangan
|
4.
|
Ditjen Komoditas dan Badan Lingkup
Kementrian Pertanian
|
Pengembangan Model sesuai Tupoksi
Instansi
|
5.
|
Badan Litbang Pertanian
|
·
Membangun
Model KRPL
·
Narasumber
dan pengawalan imovasi teknologi dan kelembagaan
|
6.
|
Perguruan Tinggi/Swasta/LSM
|
Dukungan dan Pengawalan
|
7.
|
Pengembang Perumahan
|
Fasilitasi Pemanfaatan Lahan kosong
dikawasan perumahan
|
Sumber: Pedoman Umum Model
KRPL, Kementrian Pertanian, 2011.
Selanjutnya
Badan Litbang mengembangkan 6 konsep dalam Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu:
1.
Kemandirian
pangan rumah tangga pada suatu kawasan,
2.
Diversifikasi
pangan yang berbasis sumber daya lokal,
3.
Konservasi
tanaman-tanaman pangan maupun pakan termasuk perkebunan, hortikultura untuk
masa yang akan datang,
4.
Kesejahteraan
petani dan masyarakat yang memanfaatkan Kawasan Rumah Pangan Lestari,
5.
Pemanfaatan
kebun bibit desa agar menjamin kebutuhan masyarakat akan bibit terpenuhi, baik
bibit tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, termasuk ternak, unggas, ikan
dan lainnya,
6.
Antisipasi
dampak perubahan iklim.
2.1.2.
Pemanfaatan Pekarangan
Pekarangan merupakan
sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan tujuan untuk
meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan
sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup.
Pemanfaatan Pekarangan
adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis
tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang
beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga. Lahan
pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna. Fungsi pekarangan
adalah untuk menghasilkan :
a. bahan
makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya;
b. sayur
dan buah-buahan;
c. unggas,
ternak kecil dan ikan;
d. rempah,
bumbu-bumbu dan wangi-wangian;
e. bahan
kerajinan tangan;
Usaha di pekarangan jika
dikelola secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan, disamping dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan
pendapatan bagi keluarga. Dari hasil penelitian di Yogyakarta (Peny,DH dan
Benneth Ginting, 1984), secara umum pekarangan dapat memberikan sumbangan
pendapatan antara 7% sampai dengan 45%.
Fasilitas Pekarangan.
Dalam pekarangan dilengkapi beberapa fasilitas
yang merupakan kebutuhan anggota
keluarga yaitu: Lahan pertanaman, Kandang ternak, Kolam ikan, Lumbung atau
gudang, Tempat menjemur hasil pertanian, Tempat menjemur pakaian, Halaman
tempat bermain anak-anak, Bangku, Sumur, Kamar mandi, Tiang bendera, Tiang
lampu, Garasi, Lubang sampah, Jalan setapak, Pagar,Pintu Gerbang dan lain-lain.
Zonasi Pekarangan
Zona pekarangan dibagi
menjadi halaman depan (buruan),
halaman samping (pipir) dan halaman belakang (kebon). Halaman depan
merupakan area penempatan lumbung, tanaman hias, pohon buah, tempat
bermain anak, bangku taman, tempat menjemur hasil pertanian, halaman
samping adalah tempat jemur pakaian, pohon penghasil kayu bakar, bedeng
tanaman pangan, tanaman obat, kolam ikan, sumur dan kamar mandi dan untuk
halaman belakang terdiri dari bedeng tanaman sayuran, tanaman
bumbu, kandang ternak, tanaman industri.
Potensi Pemanfaatan Pekarangan
a. Tanaman
pangan: umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah, bumbu, obat
b. Tanaman
yang bernilai ekonomi tinggi: buah, sayuran, hias (bunga potong, tanaman pot,tanaman taman)
c. Ternak:
unggas hias, petelur, pedaging. Ikan: hias, produksi daging, dll.
Dengan teknik budidaya sebagai berikut :
Dengan teknik budidaya sebagai berikut :
1. Budidaya organik
Budidaya tanaman secara organik – sesedikit
mungkin menggunakan bahan anorganik. Bahan
organik berasal dari sisa kegiatan hulu pertanian. Bahan-bahan sisa kegiatan pertanian berupa
sekam, arang sekam, sabut kelapa, kulit kacang tanah, serbuk gergaji, sampah
daun bambu, bahkan sampah rumah tangga dan lumpur endapan kolam ikan. Teknik-teknik baru
menggunakan EM4, dekomposisi bahan organik ini menjadi kompos telah dapat
dipercepat dari 2-4 bulan menjadi 2-4 minggu.
2. Vertikulture
Vertikultur
adalah usaha pertanian dengan memanfaatkan semaksimal mungkin ruang dalam
pengertian 3 dimensi, di mana dimensi tinggi (vertikal) dieksploitasi sehingga
indeks panen per satuan luas lahan dapat dilipatgandakan dengan cara bertanam
tanaman dengan media selain tanah pada bak-bak tanaman yang diatur bertangga
(Cascade planting) --- struktur etage bouw pada pekarangan.
Bertanam dalam pot-pot gantung yang mengisi penuh ruang, yang tahan teduh di bawah dan yang lebih suka panas diletakkan di atas.
Bertanam dalam pot-pot gantung yang mengisi penuh ruang, yang tahan teduh di bawah dan yang lebih suka panas diletakkan di atas.
3. Tabulampot
Menanam tanaman buah-buahan
didalam pot, dengan syarat media tanam harus mampu menopang tanaman, dapat
menyediakan hara, air dan aerasi yang baik. Menanam
tanaman buah-buahan (bisa tanaman lainnya: bunga) didalam pot. Pot yang kurang baik,
mempunyai aerasi yang buruk sehingga
kurang menguntungkan untuk perkembangan akar.
Pemanfaatan Pekarangan Pola KRPL
Pola
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan aktualisasi pemanfaatan lahan
pekarangan secara optimal dengan maksimalisasi produktivitas lahan lain
yang ada di lingkungannya untuk pengembangan ketersediaan pangan yang
beranekaragam tiap rumah tangga dalam suatu wilayah desa/dusun/kampung. Konsep
KRPL yang ditumbuh kembangkan mempunyai pengertian sebagai kawasan/ wilayah
yang dibangun dari beberapa Rumah Pangan Lestari, yakni unit – unit rumah
tangga yang menerapkan prinsip pemanfaatan pekarangan secara optimal yang
ramah lingkungan dan ditopang pula oleh maksimalisasi produktivitas lahan
di luar pekarangan di dalam kawasan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
keluarga, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya berbasis partisipatif
aktif dan kolektifitas/terintegrasi dalam masyarakatnya. Pada hakekatnya KRPL
ini merupakan suatu gerakan sekelompok masyarakat yang mandiri untuk
meningkatkan kapasitas kemandirian pangannya (aspek ketersediaan, akses, dan
keaneka ragaman pangan) secara bersama/ terintegrasi/ kolektifitas melalui
pemanfaatan lahan pekarangan dan sekitarnya secara optimal. Oleh karena itu
untuk mewujudkan suatu KRPL di suatu daerah/ wilayah (dalam satuan desa/ dusun/
kampung) selain diperlukan sentuhan terhadap aspek teknis produksi dan ekonomi
(technology and economic approach) melainkan juga yang tidak kalah urgensinya
adalah adanya sentuhan perekayaan sosial yang berkaitan dengan perubahan
perilaku dan peningkatan kapasitas SDM masyarakatnya untuk aplikasi inovasi
teknologi pertanian unggul mendukung RPL yang sehat dan bergizi.
Dalam
PEDUM Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Kementrian Pertanian, 2011) lahan
pekarangan dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masing-masing
memiliki spesifikasi baik dalam menetapkan komoditas yang akan ditanam,
besarnya skala usaha pekarangan, maupun cara menata tanaman, ternak dan ikan.
1. Pekarangan Perkotaan
Pekarangan
perkotaan dikelompokan menjadi empat, yaitu :
a. Rumah tipe 21 dengan total luas tanah
sekitar 36 m2 atau tanpa halaman.
b. Rumah tipe 36, luas tanah sekitar 72 m2
atau halaman sempit.
c. Rumah tipe 45, luas tanah sekitar 90 m2
atau halaman sedang, dan
d. Rumah tipe 54 atau 60 dengan luas
tanah sekitar 120 m2 atau halaman luas.
2. Pekarangan Perdesaan
Pekarangan perdesaan dikelompokan
menjadi 4, yaitu:
a. Pekarangan sangat sempit (tanpa
halaman).
b. Pekarangan sempit (<120 m2).
c. Pekarangan sedang (120 – 400 m2),
dan
d. Pekarangan luas (>400 m2